Rabu, 17 Februari 2016

Karena do'a tak butuh logika, melainkan keyakinan akan suatu masa


Maaf, namamu tak sengaja terselipkan dalam bait-bait do'a yang ku panjatkan. Aku selalu berharap engkau adalah nyata bagiku, bukan hanya seseorang yang hanya mampu ku lihat dari kejauhan. Dalam untaian do'a selalu ku titipkan salam untukmu, semoga Allah menyampaikannya padamu, melalui hembusan angin malam dan sinar bulan yang temaram, dan ku harap engkau tau bahwa itu dariku. Yang dalam untaian do'a-do'a ku selalu terselip rindu untukmu. Aku yang masih malu bertemu denganmu dalam nyata, hanya mampu menyapa mu melalui do'a.

Aku bukanlah siapa-siapa, terlebih lagi bagimu. Hanyalah seorang wanita yang terus berusaha menggapai hal-hal indah dalam angannya. Hanyalah seorang wanita yang berusaha memperbaiki diri. Hanyalah seseorang yang tak kan pernah kau pandang, dan bahkan untuk sekedar menoleh melihatku pun engkau enggan. Parasku tak secantik gadis lain,  agamaku tak sebaik wanita sholehah yang engkau harapkan, akhlakku masih bengkok, masa lalu ku segelap malam tanpa cahaya. Dan engkau terlalu sempurna dan bahkan terlalu sulit untuk ku gapai. Hanyalah do'a yang mampu terucap dari bibirku.

Tapi jika suatu hari nanti kau memilih hati, dan itu bukan aku. Ingatlah kalau ikhlasku selalu bersamamu. Takdir tidak mungkin salah memilih, karena Allah selalu memberi yg terbaik. Mungkin do'a-do'anya lebih baik dariku, atau ada seseorang yang dibalik diam juga berdo'a untukku.

Jangan tanyakan kenapa selalu namamu dalam rentetan do'a ku. Karena do'a tak butuh logika, melainkan keyakinan akan suatu masa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

/>